Senin, 13 Juni 2016

Teori dan Hukum Konstitusi



1.      Kewenangan Mahkamah Konstitusi, berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk yaitu untuk Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Memutus Sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Memutus pembubaran partai politik, dan Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Adapun suatu kewajiban MK Memberikan suatu putusan atas adanya Pemakzulan presiden dan wakil presiden dengan adanya suatu pelanggaran yang sudah di tetapkan. Dalam hal ini MK berkewenangan untuk memutus suatu perkara atau memutus suatu lembaga negara.
2.      a. Kewenangan Kekuasaan Kehakiman MA, Dalam Pasal 24 A ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan “Mahkamah Agung”berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang”.
Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, Mahkamah Agung diamanati dua kewenangan, yaitu,
1) Kewenangan mengadili pada tingkat kasasi, yaitu pengadilan tingkat akhir yang disediakan warganegara yang melakukan upaya hukum terhadap putusan pengadilan pertama dan pengadilan banding di semua lingkungan peradilan.
2) Kewenangan menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undangterhadap undang-undang, merupakan upaya pengujian legalitas. Objek yang diuji hanya terbatas pada peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang dengan menggunakan undang-undang sebagai alat ujinya.
b. Kewenangan Kekuasaan Kehakiman Komisi Yudisial, Secara fungsional peranan Komisi Yudisial bersifat penunjang terhadap lembaga pelaku kekuasaan kehakiman yaitu Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi serta badan-badan peradilan di bawahnya. Meskipun fungsinya terkait dengan kekuasaan kehakiman, Komisi Yudisial bukan lembaga penegak norma hukum, melainkan lembaga penegak norma etik. Komisi ini hanya berurusan dengan soal soal kehormatan, keluhuran martabat, dan perilaku hakim, bukan dengan lembaga peradilan atau lembaga kekuasaan kehakiman secara institusional.
3.      a. Sejarah terjadinya/terlahirnya Piagam/konstitusi madinah, Paigam Madinah merupakan konstitusi tertulis pertama dalam sejarah umat manusia yang dapat dibandingkan dengan pengertian konstitusi dalam arti modern. Sejarah menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW dan umat Islam selama kurang lebih 13 tahun di Mekah terhitung sejak pengangkatan Muhammad SAW sebagai Rosul, sebelum mempunyai kekuatan dan kekuasaan politik yang menguasai suatu wilayah. Umat Islam menjadi komunitas yang bebas dan merdeka setelah pada tahun 622 M hijrah ke Madinah, kota yang sebelumnya disebut Yarsib. Tak lama sesudah hijrah ke Madinah, Muhammad SAW membuat suatu piagam politik untuk mengatur kehidupan bersama di Madinah yang dihuni beberapa macam golongan yakni golongan muslim pendantang, golongan muslim Madinah dan golongan Yahudi. Piagam ini dibuat atas persejuan bersama antara Nabi Muhammad SAW dengan wakil-wakil penduduk kota Madinah yang secara formal ditulis dalam suatu naskah yang disebut Shahifah.
Para ahli menyebut Piagam ini dengan istilah yang bermacam-macam. Montgomery Watt menyebutnya The Constitusion Of Medina; Zainal Abidin Ahmad memakai perkataan Piagam sebagai terjemahan dari kata al-shahifah. Sebagai dukumen resmi yang berisi pokok-pokok pedoman kenegaraan menyebabkan Piagam itu tepat juga disebut sebagai Konstitusi Madinah.
Piagam Madinah yang dideklarasikan Nabi SAW ini ada 4 bagian.
Bagian pertama ada 28 pasal. Isinya lebih banyak berkaitan dengan orang Muhajirin & Anshar. Dalam bagian pertama ini,ada penjelasan bahwa semua masalah yang tidak terselesaikan musyawarah,diserahkan kepada Nabi SAW Beliau sebagai kepala negara.
Bagian kedua, mengatur hubungan antara umat Islam dan golongan Yahudi dengan detil. Tujuannya untuk menjaga stabilitas masyarakat Madinah yang bersatu.
Bagian ketiga, sebagian besar isi Piagam Madinah bagian ini adalah pengulangan penjelasan dari pasal yang ada di bagi 1 dan 2, dengan rumusan yang sedikit beda. Isinya, Madinah adalah Kota Suci, haram perang & tumpah darah. Ada pula tentang kewajiban menjaga keamanan kota dari serangan musuh.
Bagiam keempat, ada 7 pasal. Disebutkan kabilah yang baru masuk Islam diberlakukan hukum yang berlaku terhadap kabilah lain yang lebih dulu. Bagian ini ditulis setelah Perang Khandaq ketika banyak kabilah kecil Madinah masuk Islam, terutama yang brasal dari orang Arab, dari suku Aus.
b. Materi muatan Konstitusi Madinah
-seluruh kaum Muslimin dari berbagi golongan adalah satu umat yang bersatu
-saling tolong menolong dan saling melindungi di antara rakyat yang baru itu atas sadar keagamaan
-masyarakat dan negara berkewajiban atas setiap rakyat untuk mempertahankan keamanan dan melindungi dari serangan musuh
-persamaan dan kebebasan bagi kaum Yahudi dan pemeluk-pemeluk agama lainnya di dalam urusan dunia bersama kaum Muslim.
c. Hubungan dengan ketatanegaraan modern
piagam madinah ini terlahir dari dulu namun sampai saat ini perkembangan dan pengamalannya terus berjalan. Dengan demikian dalam tata hukum suatu negara modern tersimpul satu bagian yang secara khusus mengatur organisasi kenegaraan, bagian ini disebut konstitusi. Melalui Konstitusi Madinah ini Islam menggambarkan ketatanegaaraan modern, dimana muatan materi Konstitusi Madinah sebagaimana layaknya konstitusi modern. Untuk pertama kalinya dalam konstitusi itu disebutkan dasar-dasr masyarakat partisipatif dan egaliter. Dengan demikian Konstitusi Madinah telah mendahului konstitusi-konstitusi lainnya dalam meletakkan dasar pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia khususnya hak-hak di bidang politk yang merupakan prinsip utama dalam sistem ketatanegaraan modern.
4.      a. Sejarah berdirinya Mahkamah Konstitusi
Berdirinya lembaga Mahkamah Konstitusi diawali dengan diadopsinya ide MK (Constitutional Court) dalam amandemen konstitusi yang dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat pada tahun 2001 sebagaimana dirumuskan dalam ketentuan Pasal 24 ayat (2), Pasal 24C, dan Pasal 7B Undang-Undang Dasar 1945 hasil Perubahan Ketiga yang disahkan pada 9 Nopember 2001. Ide pembentukan MK merupakan salah satu perkembangan pemikiran hukum dan kenegaraan modern yang muncul di abad ke-20.  Setelah disahkannya Perubahan Ketiga UUD 1945 maka dalam rangka menunggu pembentukan MK, MPR menetapkan Mahkamah Agung (MA) menjalankan fungsi MK untuk sementara sebagaimana diatur dalam Pasal III Aturan Peralihan UUD 1945 hasil Perubahan Keempat. DPR dan Pemerintah kemudian membuat Rancangan Undang-Undang mengenai Mahkamah Konstitusi. Setelah melalui pembahasan mendalam, DPR dan Pemerintah menyetujui secara bersama UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi pada 13 Agustus 2003 dan disahkan oleh Presiden pada hari itu juga.
Berdirinya Mahkamah Konstitusi sebagai Special Tribunal secara terpisah dari Mahkamah Agung, mengemban tugas khusus, merupakan konsepsi yang dapat ditelusuri jauh sebelum negara kebangsaan yang modern (modern nation-state), yang pada dasarnya menguji keserasian norma hukum yang lebih rendah dengan norma hukum yang lebih tinggi. Sejarah modern judicial review, yang merupakan ciri utama kewenangan Mahkamah Konstitusi, di Amerika Serikat dilakukan oleh Mahkamah Agung, dimulai sejak terjadinya kasus Marbury versus Madison (1803). Mahkamah Agung Amerika Serikat yang waktu itu di ketuai oleh Hakim Agung John Marshall memutus sengketa yang pada dasarnya bukanlah apa yang dimohonkan untuk diputus oleh kewenangannnya sebagai ketua Mahkamah Agung.
Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu perkembangan pemikiran hukum dan kenegaraan modern yang muncul pada abad ke-20. Ditinjau dari aspek waktu, negara kita tercatat sebagai negara ke-78 yang membentuk MK sekaligus merupakan negara pertama di dunia pada abad ke-21 yang membentuk lembaga ini.
b. Sejarah pemberhentian Presiden Gusdur
Pada masa pemerintahan presiden GusDur saat menjalankan pemerintahan mengalami banyak persoalan, karena itu adalah warisan dari Pemerintahan Orde Baru. Salah satu permasalahan yang sangat menonjol adalah masalah KKN, pemulihan ekonomi, masalah Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), kinerja BUMN, pengendalian inflasi, mempertahankan kurs Rupiah, masalah jaringan pengaman social (JPS), penegakan hukum, penegakan HAM.
Belum tuntas mengatasi persoalan Orde Baru, pemerintahan GusDur dihadapkan pada persoalan – persoalan kebijakannya yang dinilai banyak kalangan sangat controversial. Kasus Buloggate begitu terkenal karena sering kali menjerat petinggi-petingggi negara. Kasus-kasus yang melibatkan nama Badan Urusan Logistik (Bulog) serta jajaran pimpinannya sejak lama sudah mengemuka. Kasus ini melibatkan Yanatera (Yayasan Bina Sejahtera) Bulog yang dikelola oleh mantan Wakabulog Sapuan. Sapuan akhirnya divonis 2 tahun penjara dan terbuksi bersalah menggelapkan dana non bujeter Bulog sebesar 35 milyar rupiah. Keterlibatan Presiden Gus Dur sendiri baru terungkap secara terbatas, yaitu adanya pertemuan antara Presiden dan Sapuan (Wakil Kepala Bulog) di Istana. Dalam pertemuan itu, Presiden menanyakan dana nonbudgeter Bulog dan kemungkinan pengunaannya. Sapuan mengatakan, dana nonbudgeter itu ada, tetapi penggunaannya harus melalui keppres (keputusan presiden). Keterlibatan Gus Dur baru terungkap sebatas itu. Memang dalam kasus ini terlihat kental sekali nuansa politik dari pada persoalan hukum itu sendiri.
Brunei gate adalah kasus penyaluran dana Sultan Brunei yang diserahkan kepada pengusaha yang dekat dengan Presiden Wahid, yaitu Ario Wowor. Keterlibatan Presiden Wahid dalam kasus itu, kata Bactiar tentu saja ada. Namun tidak ada keterlibatan Presiden meminta dana ke Brunei. ”Gus Dur hanya memberi pertimbangan kepada Ario Wowor tentang pendistribusian dana. saat itu memang Ario melaporkan kepada Presiden tentang dana yang diperolehnya dari Brunei. “Ketika itu Gus Dur bilang, Ya sudah, berikan saja ke Masnuh untuk dibagikan kembali ke LSM yang membutuhkan,” Selain itu kedutaan Besar Brunei di Indonesia telah menyatakan dana Rp 2 juta dolar adalah uang pribadi Sultan, dan bukan uang negara. Kejakgung saat itu sudah menyimpulkan tak ada keterlibatan Presiden GusDur. Puncak kekecewaan DPR dibuktikan dengan dikeluarkannya memorandum I untuk presiden pada tanggal 1 Februari 2001. Namun beliau tidak hadir dalam siding tersebut. Karena DPR dianggap sebagai Taman Kanak-Kanak (TK).Kemudian DPR kesal dan kembali mengeluarkan memorandum II pada tanggal 30 April 2001. Namun hal ini tidak jauh beda dengan memorandum sebelumnya. Akhirnya Presiden datang tetapi tidak untuk berniat untuk melakukan sidang tersebut (hanya sekedar datang lalu pulang). Sikap MPR justru semakin tegas saat Gusdur secara sepihak mengganti Kapolri Koirudin Ismail menggantikan Suruyo Bimantoro, karena tidak sependapat dengan Gusdur. Seharusnya Gusdur meminta pendapat DPR, oleh karena itu DPR merasa dilecehkan oleh presiden dan meminta MPR untuk bertindak tegas melaksanakan sidang istimewa. Namun presiden menolak rencana tersebut dan menyatakan sidang istimewa MPR tidak sah dan ilegal.
Dengan demikian karena presiden gusdur sudah melanggar suatu ketentuan yang sudah di tetapkan makan terjadilah suatu pemakzulan presiden dan wakil presiden. Dan pada saat itu sosok megawati yang menggantikan posisi gusdur untuk menjabat sebagai presiden republic Indonesia.
Bottom of Form
c. 1. Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan DPR kepada MPR dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat DPR bahwa Presiden dan Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa penghianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela dan pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
2. Pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum tersebut atau telah tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan DPR.
3. Pengajuan permintaan DPR kepada MK hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR.
4. MK wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan seadil-adilnya terhadap pendapat DPR tersebut paling lama sembilan puluh hari setelah permintaan DPR itu diterima oleh MK.
5. Apabila MK memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum, berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, DPR menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada MPR.
6. MPR wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul DPR tersebut paling lambat tiga puluh hari sejak MPR menerima usul tersebut.
 7. Keputusan MPR atas usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna MPR yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna MPR. Sebaliknya, Pasal 7C menetapkan bahwa Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan DPR.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar